Dasar dasar Hidup Berkah dan di Ridhoi Allah
Manusia diberi kemudahan juga diberi pilihan, karena Allah menakdirkan apa yang akan terjadi pada dirinya dan apa yang akan dilakukannya. Bersamaan dengan itu, Allah memberinya kemampuan dan kesanggupan untuk tidak melakukan dan memilih perbuatan yang akan mendapatkan pahala atau perbuatan yang akan mendapatkan siksa. Allah berkuasa untuk mengarahkannya kepada petunjuk.
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapat seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya..”(Al-Kahfi : 17)
Darimana kita berasal? tentunya dari Allah, Untuk apa kita hidup ? ya tentunya untuk beribadah kepada Allah, Kemana kita akan mati ? Ya tentunya kembali ke Allah (Akhirat) fondasi inilah yang akan mengantarkan kita pada pintu gerbang keberkahan jika kita paham dan mau menjalaninya maka kita akan sampai kepada Allah dengan amalan kebaikan dan berkah.
- Tidak syirik atau menyekutukan Allah
- Taat dan beribadah kepada Allah (Sholat 5 waktu, puasa, sedekah, zakat, haji)
- Mulia dalam urusan akhlak
- Halal apa yang dimakan untuk dirinya dan keluarganya
- Tutup aurat dalam berpakaian
- Sakinah keluarganya
- Hukum syara’ dimana hukum ini adalah hukum perbuatan yang akan bertanggungjawab kepada Allh SWT
- Hukum mubah yang berarti dasarnya adalah boleh kecuali ada larangannya
- Hukum maslahat dimana suatu hal jika dilakukan akan membawa kemaslahatan kepada banyak umat
Sebagaimana dalam QS. Albaqoroh 275
ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ
ladziina ya’kuluuna rribaa laa yaquumuuna illaa kamaa yaquumu ladzii yatakhabbathuhu sysyaythaanu mina lmassi dzaalika bi-annahum qaaluu innamaa lbay’u mitslu rribaa wa-ahalla laahu lbay’a waharrama rribaa faman jaa-ahu maw’izhatun min rabbihi fantahaa falahu maa salafa wa-amruhu ilaa laahi waman ‘aada faulaa-ika ash-haabu nnaari hum fiihaa khaaliduun
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
(Orang-orang yang memakan riba), artinya mengambilnya. Riba itu ialah tambahan dalam muamalah dengan uang dan bahan makanan, baik mengenai banyaknya maupun mengenai waktunya, (tidaklah bangkit) dari kubur-kubur mereka (seperti bangkitnya orang yang kemasukan setan disebabkan penyakit gila) yang menyerang mereka; minal massi berkaitan dengan yaquumuuna. (Demikian itu), maksudnya yang menimpa mereka itu (adalah karena), maksudnya disebabkan mereka (mengatakan bahwa jual-beli itu seperti riba) dalam soal diperbolehkannya. Berikut ini kebalikan dari persamaan yang mereka katakan itu secara bertolak belakang, maka firman Allah menolaknya, (padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Maka barang siapa yang datang kepadanya), maksudnya sampai kepadanya (pelajaran) atau nasihat (dari Tuhannya, lalu ia menghentikannya), artinya tidak memakan riba lagi (maka baginya apa yang telah berlalu), artinya sebelum datangnya larangan dan doa tidak diminta untuk mengembalikannya (dan urusannya) dalam memaafkannya terserah (kepada Allah. Dan orang-orang yang mengulangi) memakannya dan tetap menyamakannya dengan jual beli tentang halalnya, (maka mereka adalah penghuni neraka, kekal mereka di dalamnya).
Membeli rumah dengan metode KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) adalah opsi paling mudah memiliki rumah dengan biaya yang ringan. Meski begitu sistem KPR dari bank konvensional dianggap bukan sebagai solusi ideal bagi seorang muslim. Alasannya karena pinjaman yang berbunga identik dengan riba yang diharamkan dalam agama Islam. Untuk itu, banyak orang yang beralih menggunakan pembiayaan rumah melalui perbankan berbasis syariah. Yang membedakan KPR konvensional dengan syariah adalah KPR konvensional meminjamkan uang kepada konsumen, yang akhirnya uang tersebut dialihkan kepada pengembang (developer). Sementara dengan sistem syariah, bank membeli rumah dari pengembang dan menjualnya kembali dengan harga yang dinaikkan atau meyewa-jualkan kepada konsumen. Jika cicilan pada KPR konvensional berubah-ubah sesuai suku bunga, maka cicilan syariah bersifat tetap karena total cicilan sudah ditetapkan lebih dulu. Ada tiga metode pembelian yang dianut dalam KPR Syariah. Meski sifatnya sama-sama mencicil namun konsekuensinya berbeda. Berikut Rumah.com jelaskan perbedaannya!
Kelebihan KPR syariah Seperti yang sudah disebutkan di atas, KPR syariah menetapkan jumlah cicilan yang tetap (fixed) setiap bulan dan tidak tergantung pada suku bunga Bank Indonesia. Akan tetapi, harus diperhatikan karena ada beberapa bank yang menawarkan produk KPR syariah dengan sistem bunga campuran (fixed pada beberapa tahun pertama, kemudian floating hingga selesai jangka waktu cicilan). Dengan jumlah cicilan yang terprediksi tersebut, Anda bisa melakukan perencanaan keuangan keluarga secara pasti. Selain itu, ketika ingin melunasi pembayaran lebih awal, debitur tidak akan dikenakan penalti atau denda seperti pada KPR konvensional. Untuk saat ini, uang muka KPR syariah lebih ringan dibanding KPR konvensional, yakni bisa hingga 10%, sedangkan pada KPR konvensional minimal 15%. Terakhir, proses pengajuan KPR relatif lebih cepat dengan persyaratan yang mudah sesuai dengan prinsip syariah. Baca juga: Sebelum Ajukan KPR Pastikan Kemampuan Anda dengan Menjawab 5 Pertanyaan ini! Kekurangan KPR syariah Dengan jumlah cicilan yang tetap setiap bulannya, maka debitur tidak akan bisa menikmati kesempatan membayar cicilan rendah ketika suku bunga turun. Jika kita amati, perekonomian Indonesia pernah mengalami penurunan bunga yang sangat signifikan pada tahun 2011-2013. Apabila kondisi itu terulang, maka Anda harus rela membayar cicilan dengan jumlah yang sama. Sama halnya dengan KPR konvensional, KPR syariah juga akan menerapkan sistem denda jika debitur terlambat membayar. Selain itu, tenor pinjaman maksimal yang ditawarkan KPR syariah hanya sampai 15 tahun saja. Berbeda dengan KPR konvensional yang bahkan menyediakan masa tenor hingga 25 tahun. Kesimpulannya, untung rugi yang dimiliki oleh KPR syariah sebenarnya bisa disesuaikan dengan profil risiko nasabah. Jika nasabah menginginkan kepastian, tentu KPR syariah adalah pilihan yang tepat. Sementara untuk mereka yang ingin meminjam dalam jangka waktu pendek, KPR konvensional bisa menjadi pertimbangan.